JAKARTA (9/1/2023) -- Tuntutan pidana para pelaku tindak pidana kejahatan seksual terhadap anak di bawah umur yang hanya 7 bulan penjara diputus Majelis Hakim PN Lahat 10 bulan penjara. Rendahnya tuntutan dan putusan tersebut menimbulkan polemik di masyarakat, karena dianggap tidak adil. Bahkan cenderung melindungi pelaku tindak pidana.
"Terkait hal itu, kami menyampaikan beberapa poin hasil eksaminasi pimpinan pada Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan," kata Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin (9/1/2023).
Hasil eksaminasi, jelas Kapuspenkum, menunjukkan para pelaku dan korban masih merupakan anak di bawah umur, sehingga undang-undang yang diterapkan dalam penanganan perkara ini yaitu Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Terhadap para pelaku, dikenakan Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara dan paling singkat 3 tahun penjara, serta denda Rp300 juta dan paling sedikit Rp60 juta.
"Hasil eksaminasi menunjukkan, surat tuntutan Jaksa Penuntut Umum kurang mencerminkan dan memenuhi rasa keadilan di masyarakat, sehingga menimbulkan reaksi yang masif di berbagai platform media dan masyarakat termasuk keluarga," kata Sumedana.
Juga ditegaskan, tidak ada norma hukum yang dilanggar apabila Jaksa Penuntut Umum melakukan upaya hukum banding meskipun antara putusan dengan tuntutan lebih tinggi. "Demi keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum berdasarkan hati nurani, diperintahkan kepada Jaksa Penuntut Umum untuk mengambil langkah strategis yaitu upaya hukum banding dengan harapan hukuman dapat diperberat," jelas Kapuspenkum.
Selanjutnya, pimpinan Kejati Sumatra Selatan tetap melakukan pemeriksaan yang intensif kepada Jaksa Penuntut Umum yang menangani perkara. Juga terhadap pejabat struktural Kejaksaan Negeri Lahat, dan apabila ditemukan pelanggaran akan diproses sesuai ketentuan yang berlaku. ****