Rubrik Politik

Pemerintah Mendatang Terikat dengan Konstitusi Menolak Penjajahan dan Mendukung Kemerdekaan Palestina

JAKARTA (28/9/2024) -- Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengungkapkan, dua alinea dalam Pembukaan UUD 1945 secara spesifik menjadi rujukan Indonesia dalam bersikap membela kemerdekaan Palestina.  Hal itu terus dilaksanakan sejak Presiden Soekarno hingga kini. Bahkan saat MPR melakukan amendemen UUD 1945 di Era Reformasi, banyak pasal dan ayat yang diamendemen, tapi Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 dan pasal soal Bentuk NKRI disepakati tidak boleh diubah.

"Ketentuan itu menjadi rujukan konstitusional tentang sikap langgeng atau sikap abadi pemerintah Indonesia untuk tetap membela dan memperjuangkan kemerdekaan Palestina, menolak penjajahan Israel, dan aktif melakukan upaya untuk menghadirkan perdamaian di Palestina," . kata pimpinan MPR dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu saat menjadi pembicara Focus Group Discussion (FGD) kerja sama Adara Relief Internasional dan MPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (27/9/2024).

Dalam FGD bertema Langkah Strategis dan Taktis Indonesia untuk Gaza, Hidayat menyampaikan, pembelaan Indonesia kepada Palestina menjadi semakin kuat dan penting ketika presiden terpilih sekaligus Menteri Pertahanan Prabowo juga menyampaikan komitmen membantu korban genosida di Gaza serta kemerdekaan Palestina. Apalagi, ujarnya, Menteri Luar (Menlu) Negeri RI Retno Marsudi dalam rapat terakhir dengan Komisi I DPR RI berpesan untuk terus melanjutkan komitmen menjaga dan berjuang untuk kemerdekaan Palestina.

"Menurut saya, rujukan konstitusi, sikap presiden terpilih. dan pesan Menlu RI tentang kelanjutan pembelaan kepada Palestina sangat perlu untuk terus digaungkan. Dengan demikian, pemerintahan yang akan datang masih selalu ingat bahwa mereka terikat dengan konstitusi. Konstitusi kita menegaskan tidak mengakui penjajahan (Israel) dan mendukung kemerdekaan Palestina serta berperan aktif mewujudukan perdamaian dunia," tegasnya.

Terkait dengan peran aktif melakukan perdamaian, termasuk dalam kasus Palestina, lanjut Hidayat, Indonesia selalu ikut membahas persoalan global terutama perdamaian dalam berbagai forum internasional, apalagi yang terkait Palestina (Gaza). Di antaranya, dalam forum negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), maupun forum antarparlemen termasuk Persatuan Parlemen OKI dan Inter Parliamentary Union.

Ia mengungkapkan, saat ini menjelang pergantian kekuasaan pemerintah Indonesia, sebenarnya merupakan momen yang tepat untuk memperkuat keikutsertaan Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan Palestina. Apalagi, tambahnya, Indonesia tidak sendiri lagi, karena kini dunia sudah memperlihatkan dukungan untuk Palestina dan menolak penjajahan Israel.

Antara lain, terang Hidayat, Majelis Umum PBB merespon positif fatwa Mahkamah Internasional atau ICJ yang sudah memberikan pendapat hukum bahwa yang dilakukan Israel adalah pendudukan illegal. Oleh karena itu, Israel dalam waktu 12 bulan harus meninggalkan tanah pendudukannya, tidak boleh ditunda.

Komposisi negara yang mendukung fatwa Mahkamah Internasional tersebut antara lain seluruh negara OKI dan Liga Arab mendukung resolusi tersebut. Bahkan seluruh negara ASEAN yang terlibat dalam voting, sekalipun mayoritas warganya non muslim, mendukung agar Israel segera meninggalkan tanah-tanah Palestina karena pendudukan israel ilegal dan melanggar hukum internasional.

Negara-negara ASEAN yang mendukung Resolusi Majelis Umum PBB itu antara
lain Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, dan Myanmar. Bahkan, tiga anggota tetap Dewan Keamanan PBB, Prancis, Tiongkok, dan Rusia juga mendukung resolusi.

Hidayat berharap momentum tersebut bisa dijaga oleh pemerintah yang akan datang, kemudian bersama seluruh bangsa Indonesia semakin aktif memperjuangkan kemerdekaan Palestina. "Ini juga penting untuk segera ditegaskan kembali karena semakin lama Israel tidak dihentikan, kejahatannya semakin tidak akan berhenti. Semakin banyak negara yang melakukan hubungan dengan Israel, termasuk normalisasi, ternyata bukan artinya Israel semakin normal, malah semakin tidak normal," tuturnya.

FGD juga dihadiri oleh Ketua Pembina Aliansi Rakyat Bela Palestina Din Syamsuddin, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Hubungan Luar Negeri Sudarnoto Abdul Hakim, Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid, Direktur Timur Tengah Kemlu RI Ahrul Tsani Fathurrahman, Direktur Utama Adara Maryam Rahmayani, dan para aktivis dari berbagai lembaga. *

Editor : Patna Budi Utami