"Pekerja rumah tangga termasuk dalam kategori pekerja tanpa kontrak kerja dengan lingkup dan waktu kerja yang tidak menentu seringkali dinilai tidak layak menerima bansos sebagai pekerja," kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat dalam sambutan tertulisnya pada diskusi daring bertema Bedah RUU PPRT: Mengatasi Ketidakadilan Akses PRT Terhadap Bansos yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (4/9/2024).
Mengutip laporan dari Jaringan Advokasi Nasional (Jala PRT), Lestari berpendapat, hal itu terjadi karena ketiadaan pengakuan kepada individu sebagai pekerja di rumah tangga berupa regulasi atau dari pemberi kerja. Pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, tambah Rerie, sapaan akrab Lestari, PRT tidak diakui sebagai pekerja secara formal.
Akibatnya, tegas legislator dari Daerah Pemilihan II Jawa Tengah itu, para PRT kesulitan mengakses berbagai bantuan atau jaminan sosial. Oleh karena itu, anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu berharap pengakuan PRT sebagai pekerja formal dapat diwujudkan dengan segera dituntaskannya pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) menjadi undang-undang.
Diskusi menghadirkan sejumlah narasumber, yakni anggota Komisi VIII DPR RI Sri Wulan, Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial Kementerian Sosial (Kemensos) RI Mira Riyati Kurniasih, Asisten Deputi Penanggulangan Kemiskinan Sekretariat Wakil Presiden RI Adyawarman, dan aktivis Serikat Pekerja Rumah Tangga Sapulidi Yuni Sri Rahayu. Hadir pula Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia Mike Verawati sebagai penanggap dan moderator Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI Anggiasari Puji Aryatie.
Anggota Komisi VIII DPR RI Sri Wulan berpendapat, PRT kerap masuk dalam kelompok rentan yang sangat mudah terdampak bila terjadi gejolak perekonomian. Hal itu diperparah dengan seringnya PRT mendapatkan upah yang tidak layak dan waktu bekerja yang tidak terbatas.
Menurutnya, sejumlah faktor yang menyebabkan PRT tidak mendapat bansos antara lain karena adanya hambatan birokrasi dan administrasi, kurangnya informasi, serta adanya diskriminasi terhadap PRT. Ia berpendapat, upaya meningkatkan sosialisasi terkait hak dan kewajiban para PRT harus dilakukan sejak tingkat RT di setiap daerah.
Selain itu, jelas Sri Wulan, upaya mewujudkan undang-undang perlindungan PRT harus dilakukan secara konsisten oleh para pemangku kepentingan, agar hak dan kewajiban para pekerja yang masuk kelompok rentan ini dapat dipenuhi.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial Kemensos Mira Riyati Kurniasih mengungkapkan, penyaluran bansos berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin dan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Dua undang-undang tersebut mengatur teknis penyaluran hingga siapa yang berhak mengusulkan penerima bansos.
Ia mengakui PRT termasuk kelompok pekerja rentan yang memerlukan kemudahan akses kesehatan, infrastruktur, air bersih dan ekonomi. Peran pemerintah daerah (pemda), jelas Mira, sangat penting dalam mengusulkan warganya yang layak mendapat bansos, karena pemda dinilai memahami kondisi sosial setiap warganya.
"Kemensos hanya melakukan penetapan penerima bansos berdasarkan usulan dari pemda. Pemerintah daerah harus tegas dan obyektif dalam menentukan siapa saja warganya yang berhak dapat bansos," ujar Mira.*
Editor : Patna Budi Utami