"Putusan ini meskipun dinilai terlambat, tetap putusan yang bersejarah dan pelaksanaannya akan jadi kemenangan bagi keadilan dan rakyat Palestina. Oleh karena itu, putusan tersebut harus benar-benar dipastikan dapat diterapkan sesuai dengan aturan yang berlaku. Ini sangat penting untuk memastikan bahwa dunia internasional memang menginginkan penegakan hukum dan HAM (hak asasi manusia), serta patuh terhadap putusan peradilan internasional," kata Hidayat melalui keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (20/7/2024).
Ia mengatakan, setidaknya ada beberapa poin penting dalam putusan yang bersifat advisory opinion dari Mahkamah Internasional yang diterbitkan atas permintaan Majelis Umum Perserikatan Bangsa–Bangsa (PBB). Pertama, Israel wajib segera mengakhiri kehadirannya yang melanggar hukum di wilayah pendudukan Palestina. Kedua, Israel wajib menghentikan segala kegiatan permukiman baru di wilayah pendudukan Palestina dan mengevakuasi seluruh pemukimnya di wilayah tersebut.
Ketiga, Israel melakukan tindakan apartheid, sehingga wajib menghilangkannya dan melakukan perbaikan atas segara kerusakan yang timbul pada setiap orang atau badan hukum di wilayah pendudukan Palestina. Keempat, semua negara di dunia wajib untuk tidak mengakui kehadiran negara Israel yang secara ilegal melanggar hukum di wilayah pendudukan Palestina, serta tidak diperkenankan memberikan bantuan kepada Israel di wilayah pendudukan Palestina.
Kelima, organisasi–organisasi internasional termasuk PBB wajib tidak mengakui kehadiran Israel yang melanggar hukum di wilayah pendudukan Palestina. Keenam, PBB dan secara khusus Majelis Umum yang meminta advisory opinion itu juga Dewan Kewajiban harus segera mempertimbangkan cara yang tepat dan lebih jauh lagi mengambil tindakan yang diperlukan untuk mengakhiri secepatnya kehadiran Israel yang melanggar hukum di wilayah pendudukan Palestina. Ketujuh diakuinya hak bangsa Palestina untuk membentuk negara yang sah di atas tanah Palestina.
Hidayat menjelaskan, dari beberapa poin penting tersebut ada kewajiban yang harus dilakukan Israel dan komunitas dunia internasional. Jika Israel tidak mau melaksanakan kewajiban hukum tersebut, organ PBB seperti majelis umum dan dewan keamanan bertindak untuk memberikan sanksi sesuai kewenangannya yang diatur dalam Piagam PBB. Keputusan ICJ itu juga mengoreksi resolusi parlemen Israel yang menolak berdirinya negara Palestina.
Ia mengakui bahwa peran Dewan Keamanan PBB memang sangat penting dalam menegakkan putusan itu dan akan menjadi problematik karena adanya Amerika Serikat yang merupakan sekutu dekat Israel di organ PBB. Apalagi, selama ini Amerika Serikat kerap menggunakan hak vetonya untuk membela Israel. Meski begitu, Hidayat menilai putusan Mahkamah Internasional kembali merupakan tes terbuka bagi Amerika Serikat dan negara-negara lainnya untuk patuh pada aturan hukum yang berlaku.
"Negara-negara di dunia, termasuk Indonesia, juga perlu melakukan diplomasi yang lebih intensif dan kolaboratif untuk memastikan bahwa hukum internasional seperti keputusan ICJ bisa berjalan. Apalagi selama ini Amerika Serikat selalu berpandangan bahwa mereka adalah negara demokrasi yang menghormati hukum (rule of law). Putusan ini adalah tes apakah memang itu hal yang sesungguhnya atau hanya slogan," ujarnya.
Hidayat mengatakan, bila perlu wacana untuk mereformasi PBB perlu digulirkan apabila Amerika Serikat dengan hak vetonya kembali mengangkangi dan membangkang keputusan ICJ dan hukum internasional. Menurutnya, sebelumnya banyak seruan dari sejumlah pihak, termasuk Presiden Joko Widodo, terkait dengan kesetaraan di PBB. Bila hak veto digunakan untuk mengabaikan putusan peradilan internasional, lanjut Hidayat, sebaiknya kelembagaan PBB direformasi seperti yang telah diusulkan oleh banyak pihak.*
Editor : Patna Budi Utami