Rubrik Perdagangan

Indonesia Terancam Kehilangan Devisa US$36 Juta akibat Terhentinya Pembelian Kopi oleh Jepang

JAKARTA (29/10/2022) -- Indonesia sebagai produsen kopi empat terbesar di dunia kini terancam kehilangan pasar di Jepang, karena sejak September 2021 pemerintah negeri itu mendeteksi kandungan kimia isoprocarb pada kopi Indonesia melebihi batas 0,01 ppm. Hal itu menyebabkan Indonesia terancam kehilangan devisa sebesar US$36 juta.

Gabungan Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (GAEKI) menyebutkan, jumlah kontainer kopi Indonesia yang ditolak oleh negara itu bertambah dan pihak importir Jepang mulai melakukan pengecekan voluntir dan mendeteksi isoprocarb melebihi batas MRL (maximum residue limit) 0,01 ppm. Bahkan, karena banyaknya kopi Indonesia terdeteksi mengandung isoprocarb melebihi ambang batas, importir di negeri itu sudah menghentikan pembelian kopi Indonesia sejak awal 2022 dan berencana mengganti kopi Indonesia dengan kopi Vietnam.

Ketua Umum GAEKI Hutama Sugandhi mengatakan, statistik ekspor kopi ke Jepang pada 2022 tidak terlihat turun drastis karena pengiriman tahun ini merupakan hasil penjualan pada 2021. Namun, karena sejak Januari hingga sekarang pihak Jepang tidak lagi membeli kopi Indonesia, khususnya kopi robusta dari Lampung, dampak penurunan ekspor kopi akan terlihat pada tahun depan.

Ia menyebutkan, pada 2023 ekspor akan turun drastis sekitar 50% bahkan lebih. Artinya, Indonesia akan rugi lantaran volume ekspor yang hilang itu mencapai lebih dari 18 ribu metrik ton atau minimal senilai US$36 juta.

"Pemerintah harus bergerak secepat mungkin karena kalau kita masih belum bisa berjualan kopi pada November mendatang karena masalah isoprocarb , pasar kita akan terserobot oleh Vietnam dan kemungkinan industri-indutri di Jepang menggantikan formulasi mereka sangat tinggi," ujar Hutama dalam keterangan tertulis, Jumat (28/10/2022).

Bila Jepang dapat menggantikan formulasi dengan kopi Vietnam, lanjutnya, kopi Indonesia benar-benar akan kehilangan pasar di negeri itu. Usaha mempromosikan kopi Tanah Air selama puluhan tahun akan sia-sia dan untuk mendapatkan kembali pasar Jepang tidak akan mudah.

Ia juga mengungkapkan, tidak adanya instansi atau asosiasi kopi di Jepang yang melakukan studi dan mendaftarkan kimia isoprocarb ke pemerintahan negara itu, khususnya Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja dan Sosial (Ministry of Health Labor and Welfare/MHLW) Jepang, kementerian tersebut belum menentukan dan memasukkan isoprocarb ke dalam negative list. Karena isoprocarb masuk ke dalam negative list, lanjutnya, MHLW menggunakan MRL terendah, yakni 0.01 ppm.

Namun, untuk kimia yang sama, isoprocarb telah dimasukkan ke dalam positive list oleh MHLW dengan MRL 0,5 ppm untuk komditas beras merah atau brown rice, atau jauh lebih tinggi dibandingkan dengan MRL untuk kopi.

Hutama mengatakan, pihak karantina bersama perkebunan dan dinas-dinas di provinsi bekerja keras melakukan korektif action untuk mengedukasi para petani kopi Indonesia, khususnya di Lampung, untuk mencegah pemakaian isoprocarb sebagai pestisida pembasmi semut. Namun, tuturnya, hal tersebut merupakan upaya jangka menengah dan panjang yang memerluikan waktu lama

Oleh karena itu, lanjutnya, kini GAEKI sedang meminta bantuan pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perdagangan agar dapat melobi dan menegosiasikan dengan Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja dan Sosial Jepang secara diplomatik agar kementerian tersebut dapat memperingan MRL isoprocarb kopi Indonesia. Selain itu, kopi Indonesia yang sudah berada di Jepang degan MRL di bawah 0,1 ppm atau 0,5 ppm mengikuti MRL beras merah diharapkan dapat dirilis untuk memperlancar predagangan kopi antara Indonesia-Jepang. *

Editor : Patna Budi Utami