Rubrik Keuangan

Perlu Solusi Lebih Inovatif dan Tepat Sasaran untuk Tingkatkan Pemahaman Keuangan Masyarakat

JAKARTA (12/9/2024) --  Literasi keuangan adalah keterampilan dasar yang semakin penting di abad ke-21. Dengan pemahaman yang baik, seseorang dapat mengelola keuangan pribadi dan bisnis dengan bijaksana, membuat keputusan finansial yang tepat, serta membuka peluang inovasi kewirausahaan yang mendukung pertumbuhan ekonomi. Sayangnya, tantangan dalam peningkatan literasi keuangan di Indonesia masih besar dan mendesak untuk ditangani.

Berdasarkan penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) pada 2022 menunjukkan adanya kesenjangan antara inklusi keuangan dan literasi keuangan. Adopsi inklusi keuangan nasional yang mencapai 76,19% berbanding terbalik dengan adopsi literasi keuangan yang baru mencapai 38,03%.

Peneliti CIPS Muhammad Nidhal mengatakan, kesenjangan itu mengindikasikan perlunya solusi yang lebih inovatif dan kolaboratif serta tepat sasaran dalam meningkatkan pemahaman keuangan masyarakat. “Faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya literasi keuangan di Indonesia mencakup belum dimasukkannya literasi keuangan dalam kurikulum sekolah, padatnya muatan pembelajaran, serta rendahnya tingkat literasi keuangan di kalangan guru dan orang tua. Selain itu, kurangnya media edukasi literasi keuangan yang kreatif juga turut menghambat penyebaran informasi yang diperlukan masyarakat,” ujarnya di Jakarta, Rabu (11/9/2024).

Menurutnya, perlu edukasi untuk membantu memahami cara pengelolaan keuangan yang baik yang ditujukan kepada berbagai kalangan, mulai dari masyarakat umum hingga wirausahawan. Penerapan media edukasi berbasis teknologi, seperti aplikasi literasi keuangan dan modul pembelajaran digital,  dapat menjadi solusi efektif untuk meningkatkan literasi keuangan di tengah perkembangan pesat fintech.

Urgensi untuk mengedukasi diri terkait literasi keuangan, lanjutnya, semakin besar untuk para wirausaha mengingat mereka berhadapan langsung dengan berbagai tantangan dalam mengembangkan usaha.  Antara lain,  keterbatasan modal, tuntutan untuk menggunakan platform digital, dan bagaimana mengelola e-commerce dengan efektif.

Mereka juga perlu dibekali dengan alat dan sumber daya yang mendukung pemahaman terhadap manajemen keuangan, investasi, serta risiko finansial yang mungkin mereka hadapi dalam menjalankan bisnis.

Selain lembaga keuangan konvensional, kata Nidhal, perusahaan fintech memang menawarkan kemudahan dalam mengakses layanan keuangan. Namun tanpa pemahaman literasi keuangan yang cukup, mereka berisiko terjebak dalam penipuan atau kebijakan finansial yang merugikan.

Dengan literasi keuangan yang baik, ujarnya, masyarakat Indonesia diharapkan cerdas dalam mengelola keuangan serta siap menghadapi risiko finansial di era digital. Edukasi keuangan yang inovatif tidak hanya akan mengurangi kesenjangan literasi, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif.

Untuk mempersempit kesenjangan antara inklusi dan literasi keuangan, CIPS merekomendasikan pendekatan edukasi inovatif yang lebih mudah diakses melalui media digital maupun program pelatihan praktis. Contohnya, dengan mengembangkan Monetory, aplikasi edukasi terkait keuangan dasar pribadi. Selain itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan kolaborasi lembaga jasa keuangan perlu mengevaluasi program-program literasi keuangan secara berkala dan memprioritaskan program mana yang paling efektif.

Ia menyebutkan, evaluasi sistematis juga penting guna meningkatkan kualitas konten, keragaman, dan metode, sehingga programnya lebih tepat sasaran dan berkelanjutan, khususnya bagi masyarakat perdesaan dan luar Jabodetabek.*

Editor : Patna Budi Utami