"Tren melemahnya rupiah mesti segera dicarikan solusinya. Ini akan menekan neraca perdagangan, harga barang-barang impor melambung, akhirnya kenaikan harga di tingkat konsumen. Jika ini terjadi pada komoditas pangan, rakyat akan menanggung mahalnya harga pangan. Apalagi dengan tren peningkatan impor beras yang merupakan kebutuhan pokok rakyat," kata anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat itu, Minggu (14/4/2024).
Menurutnya, dengan volume impor beras yang direncanakan sebanyak 3 juta ton pada 2024, kenaikan harga beras akan terjadi, bahkan sangat mungkin mengarah pada krisis pangan. Hal itu terlihat dari realisasi impor beras yang telah mencapai 828.420 ton sepanjang Januari–Februari 2024. Di sisi lain, pelemahan kurs juga akan berakibat pada naiknya suku bunga acuan, sehingga beban kredit UMKM bertambah dari sisi biaya maupun kemampuan bayar.
Ia menilai tantangan kian rumit dengan memanasnya situasi geopolitik di Timur Tengah. Dengan ketergantungan pada impor minyak, inflasi akan terjadi juga pada sektor energi. Dengan tekanan pada kedua komoditas pokok itu, ujar Syarief, akan menjadi sumber instabilitas baru pada transisi kepemimpinan politik yang masih dinamis.
"Saya meminta ini disikapi dengan segera dan terukur. Benar bahwa pertumbuhan Indonesia masih berada di atas 5% sepanjang 2023, menandakan fundamental ekonomi masih solid. Tetapi perlu disikapi juga utang luar yang akan semakin besar dan akan membuat APBN kita mengalami masalah keseimbangan fiskal. Dengan berbagai perkembangan global tersebut, pada 2024 ini kian tidak berkepastian, sehingga mengakibatkan berbagai gejolak ekonomi eksternal menjadi ancaman yang nyata bagi masa depan nasional," kata Syarief.*
Editor : Patna Budi Utami