Rubrik Industri

Perlu Kebijakan Efisiensi Proses Produksi dan Penyederhanaan Rantai Pasok Pangan Agar Daya Beli Masyarakat Terjaga

JAKARTA (23/9/2024) -- Tingginya harga beberapa komoditas pangan dapat melemahkan daya beli masyarakat dan semakin memperkecil keterjangkauan mereka pada pangan, terutama bagi mereka yang tergolong berpenghasilan rendah. Oleh karena itu penting menjaga ketahanan pangan dan memastikan daya beli masyarakat tetap kuat. Untuk mencukupi ketersediaan pangan perlu kebijakan yang fokus pada efisiensi proses produksi dan penyederhanaan rantai pasok.

"Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) mengalami peningkatan. Namun belum tentu merepresentasikan daya beli masyarakat terhadap komoditas pangan," kata Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hasran, Senin (23/9/2024).
 
IKK adalah indeks yang mencerminkan keyakinan konsumen Indonesia mengenai kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi mereka terhadap kondisi ekonomi di masa datang. Salah satu lembaga yang mengeluarkan IKK adalah Bank Indonesia (BI).

Ia menyampaikan, keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi pada Agustus 2024 meningkat. Berdasarkan hasil survei konsumen BI, IKK sempat menyentuh angka 127,7 pada April 2024. Kemudian terjadi penurunan pada Mei, Juni, dan Juli hingga akhirnya kembali meningkat mencapai angka 124,4 pada Agustus. IKK terdiri dari dua komponen, yaitu indeks kondisi ekonomi (IKE) dan indeks ekspektasi konsumen (IEK).

Dalam IKE, indeks disusun berdasarkan keyakinan konsumen terhadap penghasilan, lapangan kerja, dan pembelian barang tahan lama. Sedangkan IEK, indeks disusun berdasarkan ekspektasi terhadap penghasilan dan kegiatan usaha.

Sekalipun indeks keyakinan konsumen mengalami peningkatan, lanjut Hasran, tidak begitu dengan daya beli terhadap komoditas pangan. Dalam beberapa tahun terakhir, harga pangan dalam negeri maupun global mengalami peningkatan. Beberapa faktor penyebabnya adalah perang Rusia-Ukraina, konflik Israel-Palestina, dan perang dagang antara Tiongkok dan Amerika Serikat.

Selain itu, tidak hanya mempengaruhi pangan secara langsung, aktivitas geopolitik dan geoekonomi tersebut juga mempengaruhi akses terhadap input-input pertanian seperti pupuk. Menurutnya, perang Rusia dan Ukraina yang berkepanjangan membawa dampak signifikan terhadap ketahanan pangan global. Keduanya merupakan sumber utama beberapa barang impor. Ukraina memasok sekitar 24% dari total impor gandum Indonesia pada 2020. Sementara itu, pupuk impor asal Rusia menyumbang sekitar 15% dari total pupuk impor Indonesia.

"Terganggunya pasokan pupuk dunia akan membuat harga pupuk semakin tinggi, sehingga menyebabkan harga-harga komoditas, misalnya jagung dan kedelai, semakin tinggi," ujar Hasran.

Di sisi lain, serangan Israel ke Palestina yang berlangsung sejak Oktober 2023 melahirkan permasalahan baru. Di antaranya, meningkatnya biaya logistik akibat penutupan beberapa jalur pelayaran oleh Yaman, kenaikan harga minyak mentah, dan terganggunya rantai nilai global. "Kenaikan harga pangan, bahkan beberapa di antaranya sudah terjadi sejak akhir 2022, menunjukkan adanya stimulus yang terjadi di rantai pasok. Ketersediaan pangan yang mencukupi perlu menjadi fokus untuk memastikan pangan dapat diakses oleh rumah tangga Indonesia. Apalagi, lebih dari 50% pengeluaran konsumsi rumah tangga dialokasikan untuk pangan," tegasnya.

Dengan kata lain, tambah Hasran, sekalipun IKK yang ditopang oleh keyakinan atas penghasilan konsumen dapat meningkat, hal tersebut tidak akan berarti apa-apa jika harga pangan masih tinggi. IKK hanya didasarkan pada pembelian terhadap durable goods atau barang tahan lama karena pengeluaran tidak akan dilakukan secara rutin. Ia menyebutkan, hal itu berbeda dengan pangan yang harus dibeli setiap hari oleh konsumen.
 
Fenomena itu, tuturnya, sekaligus menekankan pentingnya menjaga ketahanan pangan dan memastikan daya beli masyarakat tetap kuat terhadap pangan. Pangan harus dapat diakses secara mudah, murah, dan berkualitas. Untuk mencapainya diperlukan sejumlah langkah kebijakan.

Salah satu cara untuk mencukupi ketersediaan pangan, terang Hasran,  adalah kebijakan yang fokus pada efisiensi proses produksi dan penyederhanaan rantai pasok. Keduanya adalah faktor di tingkat domestik yang berpengaruh terhadap harga pangan. Modernisasi dan transfer teknologi dapat membantu efisiensi proses produksi yang dilakukan petani. Proses produksi yang tidak efisien membuat produk pertanian lokal sulit bersaing dengan produk impor yang diciptakan melalui proses produksi yang efisien sehingga kualitasnya lebih baik dan harganya lebih terjangkau.

Selain itu, faktor domestik yang menyebabkan tingginya harga pangan harus diatasi melalui kebijakan peningkatan penelitian dan pengembangan, akses ke input yang berkualitas, dan perbaikan serta pembangunan infrastruktur pendukung pertanian. Hal itu, lanjut Hasran, sangat penting dilakukan untuk meningkatkan daya saing. Upaya untuk meningkatkan daya saing produk pertanian sangat diperlukan untuk membuka pasar. Salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan  konsisten menciptakan dan menjaga iklim bisnis investasi dan persaingan usaha di Indonesia.

Ia menegaskan, keterbukaan terhadap perdagangan internasional juga diperlukan. Oleh karena itu ia menekankan perlunya peningkatan efisiensi proses dan prosedur perdagangan supaya tidak memakan biaya dan waktu. Selain itu, kebijakan perdagangan harus dibarengi dengan kebijakan pertanian yang fokus pada peningkatan daya saing produsen dalam negeri.*

Editor : Patna Budi Utami