Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengatakan itu seusai melakukan audiensi dengan Wadah Silaturahmi Madrasah Tsanawiyah Swasta (Wasilah) Jakarta Selatan di Gedung GBHNMPR RI, Jakarta, Selasa (26/11/2024).
Hidayat yang juga Anggota Komisi VIII DPR RI, di antaranya membidangi urusan agama, menjelaskan, berdasarkan data Education Management Information System (EMIS) Kementerian Agama (Kemenag), hingga tahun ini terdapat 981.296 guru dari jenjang Raudhatul Athfal (RA) hingga Madrasah Aliyah (MA). Dari jumlah itu, mayoritas bukan pegawai negeri sipil (PNS) dan yang sudah melakukan sertifikasi baru 239.836 guru (24,4%).
Sisanya sebanyak 741.460 guru kemungkinan besar belum mendapatkan sertifikasi. Menurutnya, jumlah tersebut lebih banyak dari pada yang diadvokasi oleh Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) sebanyak 484.737 guru.
"Data di atas real time bisa dilihat di EMIS Kemenag, meskipun terkait data sertifikasinya masih belum sinkron. Tapi intinya mayoritas guru madrasah hari ini memang belum mendapatkan sertifikasi maupun status kepegawaian tetap seperti PNS atau PPPK," ujarnya.
Anggota DPR RI dari Fraksi PKS itu mengungkapkan, berdasarkan temuan dari Rapat Kerja Komisi VIII DPR RI dengan Kemenag, kuota sertifikasi guru madrasah setiap tahun hanya sekitar 9.000 orang. Dampaknya, terjadi antrean sertifikasi guru madrasah hingga puluhan tahun. Bahkan banyak guru madrasah yang pensiun tanpa sempat memperoleh sertifikasi.
Sebagai salah satu solusi, kata Hidayat, ia telah mengusulkan agar guru madrasah bisa masuk skema 1 juta guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang gencar diselenggarakan sejak 2022. Namun, guru madrasah ternyata juga tidak diprioritaskan dan hanya mendapatkan 9.459 guru untuk formasi PPPK pada 2022, dan pada 2024 hanya dapat diajukan 19.437 formasi PPPK.
"Selain soal keberpihakan pada guru madrasah, secara umum ketimpangan anggaran antara pendidikan umum dengan pendidikan keagamaan adalah isu besar yang terus saya soroti dan advokasi. Sehingga betul-betul bisa tercapai tujuan pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia, sesuai amanat UUD NRI 1945 Pasal 31 ayat (3)," lanjutnya.
Khusus di Jakarta, tambah Wakil Ketua Majelis Syura PKS itu, pihaknya telah menginstruksikan kepada kader yang bertugas sebagai Ketua DPRD DKI untuk mengawal realisasi sekolah swasta gratis bagi warga Jakarta yang anggarannya sudah disepakati di DPRD. Ia mendorong perkumpulan madrasah swasta seperti Wasilah turut berpartisipasi aktif dalam program tersebut, apalagi banyak madrasah swasta yang memang menerima murid dari keluarga kurang mampu, sebagai sasaran program sekolah gratis.
Selain dari Wasilah, tambahnya, JJPI secara terbuka juga menyoroti guru madrasah yang seolah hanya menjadi kelompok pinggiran dalam percaturan kebijakan guru. Bahkan, kesejahteraannya berada di kasta terendah di antara rekan seprofesi.
"Aspirasi madrasah terkait dengan peningkatan kesejahteraan dan pengembangan fasilitas akan terus kami perjuangkan, khususnya ke Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama juga kepada Baznas dan lembaga-lembaga zakat yang seluruhnya adalah mitra kerja saya di Komisi VIII DPR RI. Semoga para kepala madrasah yang tergabung di Wasilah bisa terus meningkatkan kualitas pembelajaran bagi peserta didik agar mampu menjadi generasi penerus bangsa menuju Indonesia Emas 2045," kata Hidayat.
Sementara itu, Ketua Wasilah Jakarta Selatan Kyai Dhiyauddin Ghozali menyampaikan apresiasi atas dukungan Hidayat kepada madrasah swasta. Ia berharap keberpihakan kepada madrasah dapat terus dikawal ke berbagai stakeholder pemerintahan.*
Editor : Patna Budi Utami