"(Makanan) yang bagus belum tentu mahal. Daging sapi mengandung lemak jenuh. Ikan tidak mengandung lemak jenuh, namun kandungan utamanya tinggi protein dan dibutuhkan bagi pertumbuhan. Ikan, seperti ikan lele, jauh lebih murah dari pada daging sapi, tapi lebih bagus (kandungan gizinya)," kata Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo ketika menjadi pembicara pada Edukasi Kesehatan Reproduksi dan Nutrisi Anak Remaja Melalui Menu Dashat Berbahan Dasar Ikan untuk Percepatan Penurunan Stunting yang berlangsung di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta, Jumat (26/7/2024).
Di depan sekitar 600 siswa sekolah yang hadir di acara tersebut ia menjelaskan tiga penyebab stunting. Pertama, sub optimal nutrisi atau kekurangan gizi kronis, sub optimal health atau sering sakit, dan pola asuh kurang optimal.
Pada kesempatan itu Kepala BKKBN juga mengingatkan para calon pengantin agar mendahulukan prekonsepsi dari pada prewedding. Menurutnya, prekonsepsi penting sekali. Asupan protein hewani dengan makan ikan penting karena bisa mencegah lahirnya bayi stunting. Ia menyebutkan, protein hewani pada ikan lebih penting ketimbang nabati.
Selain itu ia juga menerangkan yang harus dilakukan oleh mereka yang akan menikah. Calon pengantin, ujarnya, harus mengukur lingkar lengan atas dan ukurannya minimal 23,5 sentimeter (cm). Calon pengantin juga harus memeriksakan Hb untuk mengetahui anemia atau tidak. Bila lingkar lengan atas kurang dari 23,5 cm, artinya kurus dan anemia, sehingga asupan makanannya harus bergizi.
Menurut Hasto, mengonsumsi ikan menjadi salah satu pilihan yang tepat untuk menyehatkan diri sebelum hamil, sehingga akan lahir bayi yang sehat. "Ikan, termasuk lele dan tuna, memiliki kandungan DHA Omega 3 dan kalsium. Jadi, kalau makan ikan sama tulangnya, karena ada kandungan kalsium di dalam tulang. Tentunya tulang yang lunak. Ikan tuna juga tinggi kalsium. Dan asupan vitamin D juga penting menjelang menikah," jelasnya.
Lebih jauh ia mengingatkan para remaja untuk lebih hati-hati memilih penganan atau jajanan. Ia mencontohkan penganan kegemaran banyak orang, yaitu cilok dan seblak. Ia menyebutkan, cilok bagus asalkan berisi ikan atau telur. Namun bila tidak mengandung ikan dan telur, atas hanya rasanya saja, menurutnya sangat berbahaya.
Ia kemudian mencontohkan hamburger yang isinya terdiri dari daging, telur, dan sayur, terlihat dengan jelas. "Makan cilok bisa ciloko (celaka) kalau tidak betul-betul tahu isinya," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan KKP Budi Sulistiyo dalam sambutannya menyampaikan tentang pentingnya sejak dini menyiapkan anak bangsa untuk menjadi kuat, cerdas, dan tangguh. Oleh karena itu, tantangan menurunkan prevalensi stunting di Indonesia harus dihadapi dan diatasi, salah satunya melalui penguatan dan peningkatan gizi. "Karena itu, mulai hari ini kuatkan tekad kita untuk meningkatkan konsumsi ikan demi mewujudkan Generasi Emas di tahun 2045," ujarnya.
Menandai komitmen kedua lembaga pemerintah tersebut dalam mengatasi stunting, di sela acara yang digelar Badan Pengurus Pusat (BPP) Perkumpulan Andalan Kelompok UPPKA (AKU) juga dilakukan penandatanganan perjanjian kerja sama antara KKP dengan BKKBN. Perjanjian kerja sama ditandatangani oleh Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan KKP Budi Sulistiyo dan Direktur Bina Ketahanan Keluarga Lansia dan Rentan BKKBN Ni Luh Gede Sukardiasih.
Ruang lingkup kerja sama antara lain penguatan kualitas keluarga melalui konsumsi ikan, KIE, dan edukasi promosi ikan dalam upaya penurunan stunting. "Perjanjian Kerja sama ini akan menambah peluang kita dalam percepatan penurunan stunting," ujar Ni Luh Gede Sukardiasih.
Selain remaja yang harus mendapatkan konsumsi protein, terutama hewani, ia juga berharap melalui kerja sama ini para lansia semakin banyak yang terpapar tentang pola asuh yang tepat bagaimana memberikan makanan bergizi bagi cucu.*
Editor : Patna Budi Utami