Rubrik Ekonomi

Melalui Kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri, Investasi di Indonesia Terlindungi

JAKARTA (30/11/2024) -- Kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) justru melindungi investasi manufaktur dalam negeri. Perlindungan diberikan dalam bentuk menjaga permintaan pasar domestik, terutama yang berasal dari belanja pemerintah dan BUMN/BUMD. Selain itu, permintaan domestik atas produk elektronik yang menggunakan frekuensi publik seperti ponsel, komputer genggam, dan tablet (HKT), televisi, dan lainnya juga terjaga oleh kebijakan TKDN melalui belanja konsumsi rumah tangga.

Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arif menagatakan, potensi pasar domestik Indonesia masih sangat tinggi terutama untuk belanja produk manufaktur. Pada 2024 belanja pemerintah atas produk manufaktur domestik diperkirakan mencapai Rp1.441 triliun. Begitu juga dengan belanja konsumsi rumah tangga atas produk HKT mencapai lebih dari Rp100 triliun setiap tahun.

Begitu juga dengan penduduk Indonesia yang memiliki rekening di atas Rp2 miliar semakin banyak setiap tahunnya. Pertumbuhan ekonomi Indonesia juga ditargetkan mencapai 7% sampai 8% pada 2028. Kebijakan TKDN, lanjutnya, pada dasarnya untuk melindungi investasi di Indonesia, termasuk penanaman modal asing.

"Besarnya daya tarik pasar domestik harus kami manfaatkan sepenuhnya untuk menarik investor asing dari berbagai negara melalui kebijakan TKDN, guna pendalaman struktur industri dalam negeri dan meningkatkan penyerapan tenaga kerja. TKDN merupakan karpet merah bagi investor luar negeri yang ingin membangun fasilitas produksi dan sekaligus menjual produknya di Indonesia. Kami berkewajiban menjamin keberlangsungan investasi tersebut," ujarnya di Jakarta, Jumat (29/11).

Pernyataan Febri itu menanggapi laporan investasi yang dikeluarkan oleh AmCham Indonesia dan The US Chamber of Commerce. Seperti disampaikan Managing Director AmCham Indonesia Lydia Ruddy, aturan local content di Indonesia masih menjadi salah satu hambatan besar bagi investasi asal Amerika Serikat (AS). Menurut laporan tersebut, investor asal AS yang sebagian besar merupakan bagian dari rantai pasok global tidak akan merasa nyaman datang dan berinvestasi di Indonesia jika mereka tidak bisa mendapatkan komponen yang mereka butuhkan dengan kualitas yang sesuai.

Febri menegasan, kebijakan TKDN berlaku untuk semua produk manufaktur tanpa diskriminasi atau keistimewaan terhadap asal negara investor. Semua fasilitas produksi yang dibangun di Indonesia dan menghasilkan produk manufaktur berhak mendapatkan sertifikat TKDN sesuai dengan regulasi yang berlaku. Begitu juga dengan produk dari berbagai tingkatan industri, industri kecil, menengah, besar, atau dari perusahan manufaktur global dengan teknologi tinggi, juga memiliki hak sama dalam kebijakan TKDN sesuai dengan regulasi di Indonesia

Menurut Febri, penerapan kebijakan TKDN bukan berarti Indonesia bersikap anti terhadap impor bahan baku industri. Impor bahan baku tetap diperkenankan dan dipertimbangkan dalam sertifikasi TKDN sepanjang bahan baku tersebut memang belum bisa diproduksi di dalam negeri. Perhitungan TKDN atas produk yang bahan bakunya impor dan threshold-nya tetap dipertimbangkan secara berkeadilan.

"Ini hanya masalah kemauan dari perusahaan global berteknologi tinggi tersebut untuk berinvestasi di Indonesia. Di negara lain yang tingkat ekonomi dan sumber daya manusianya di bawah Indonesia saja, mereka bisa berinvestasi, apalagi di Indonesia yang punya pertumbuhan ekonomi tinggi dengan pasar domestik yang besar. TKDN bukanlah isu atau penghambat mereka membangun pabriknya di Indonesia," ujarnya.

Ia juga menyampaikan, peningkatan penggunaan produk dalam negeri merupakan upaya pemberdayaan industri dalam negeri. Produk dalam negeri wajib digunakan oleh kementerian/lembaga/pemerintah daerah yang pendanaannya berasal dari APBN/APBD, termasuk pinjaman dan hibah. Tidak terkecuali badan usaha yang pembiayaannya berasal dari APBN/APBD, kerja sama dengan pemerintah, atau mengusahakan sumber daya yang dikuasai oleh negara.

Menggunakan produk dalam negeri, tutur Febri, menjadi wajib ketika telah terdapat produk dalam negeri yang memiliki penjumlahan nilai TKDN dan BMP paling sedikit 40%, produk dalam negeri yang boleh dibeli adalah produk dengan nilai TKDN paling sedikit 25%.

Selain untuk pemberdayaan industri, program Peninglatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri (P3DN) juga bertujuan untuk memperdalam dan memperkuat struktur industri dalam negeri. Dengan penggunaan komponen dalam negeri pada produk dalam negeri, diharapkan akan menumbuhkan industri-industri dalam negeri  di hulu, antara, maupun hilir. Tidak hanya industri yang menghasilkan komponen, industri yang membuat mesin pun akan terdampak positif.*