“Meski mencatat kemajuan yang luar biasa dan memiliki potensi pertumbuhan yang besar, Indonesia masih menghadapi tantangan yang persisten seperti pengembangan infrastruktur, literasi digital, privasi data, dan keamanan siber,” kata Chief Executive Officer (CEO) Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Anton Rizki dalam CIPS Digiweek 2024, pekan lalu.
Menurutnya, pendekatan koregulasi dapat menjadi salah satu upaya untuk menyelesaikan tantangan yang ada. Koregulasi atau pengaturan bersama adalah proses pembagian tanggung jawab antara para pemangku kepentingan yang terdiri dari pemerintah, swasta, dan asosiasi di bidang terkait.
Selain itu, lanjutnya, penggunaan regulatory sandbox, yaitu ruang atau wadah uji coba untuk memastikan efektivitas sebuah kebijakan sebelum diimplementasikan, juga bisa membantu menangkap potensi permasalahan sebelum kebijakan itu diberlakukan.
Sementara itu, Koordinator Pemanfaatan dan Ekosistem TIK, Direktorat Ketenagalistrikan, Telekomunikasi, dan Informatika Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Andianto Haryoko mengatakan, pemanfaatan teknologi, seperti AI, metaverse, dan blockchain dapat mendorong berbagai kegiatan ekonomi. Dalam jangka panjang hal itu diharapkan bisa mengeluarkan Indonesia dari middle income trap.
Dengan keunggulan sumber daya manusia (SDM)-nya, Indonesia diharapkan tidak hanya menjadi pasar. Indonesia perlu memanfaatkan semakin menurunnya jumlah penduduk usia produktif di benua lain. Di sisi lain, mereka justru menguasai lebih banyak teknologi daripada Indonesia. Untuk mengimbangi hal tersebut, lanjut Andianto, Indonesia harus bisa memanfaatkan teknologi supaya tidak hanya jadi pasar.
“Indonesia memerlukan digital talents berkualitas untuk menguasai berbagai jenis teknologi. Hal ini juga sejalan dengan yang sudah dilakukan oleh pemerintah,” terangnya.
Data Bappenas menyebutkan, program literasi digital nasional Indonesia Makin Cakap telah mengedukasi 23 juta orang dari target 50 juta pada 2024. Lalu, Pogram Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Go Digital sudah menjangkau 12 juta unit UMKM pada 2020, 27 juta UMKM pada 2023 dan ditargetkan mencapai 30 juta UMKM pada 2024.
Di sisi lain, Ketua Komtap Cloud Computing Asosiasi Pengusaha Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional (APTIKNAS) Sutedjo Tjahjadi mengungkapkan, dalam 10 tahun terakhir sudah terjadi pergeseran tren dalam penguasaan teknologi digital. Pergeseran tren itu tidak hanya di dunia, namun juga terjadi di Indonesia. Produk teknologi informasi kini tidak hanya berupa perangkat keras atau hardware, tetapi produk teknologi informasi kini didominasi oleh perangkat lunak atau software.
Hal itu, tegasnya, merupakan sebuah peluang karena dapat turut mengembangkan industri software di dalam negeri. “Untuk menjadi pemain digital, kita harus benar-benar memahami software. Kalau kita bisa mendalami software, kontribusi ke PDB dan manfaatnya akan tetap berada di Indonesia. Kontribusi ini yang didorong supaya bisa mempercepat transformasi digital,” ujar Sutedjo.*